Materi Pembelajaran


·           Pengertian budaya politik
Budaya politik adalah sikap orientasi warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, dan sikap terhadap peranan warga negara di dalam sistem itu (G.A. Almond dan S. Verba. 1991: 21)
Budaya politik ialah keyakinan, sikap, nilai, ide-ide, sentiment, dan evaluasi suatu masyarakat tentang sistem politik negeri mereka dan peran masing-masing individu dalam sistem tersebut (Larry Diamond, 2003 : 27)
Dari pengertian dari para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa Budaya Politik ialah menunjuk pada orientasi dari tingkah laku individu atau masyarakat terhadap sistem politik.
·           Orientasi-orientasi budaya politik
Menurut Almond dan Powell ada tiga orientasi individu terhadap sistem politik dapat dilihat dari tiga komponen yaitu : orientasi kognitif, orientasi afektif, dan orientasi evaluatif.
Orientasi kognitif meliputi berbagai pengetahuan dan keyakinan tentang sistem politik. Orientasi kognitif dapat dilihat dari tingkat pengetahuan seseorang tentang :
o   Jalannya sistem politik
o   Tokoh-tokoh pemerintahan
o   Kebijaksanaan/keputusan pemerintah
o   Symbol-simbol sistem politik secara keseluruhan
Orientasi afektif menunjuk pada aspek perasaan atau ikatan emosional seorang individu terhadap sistem politik. Perasaan tersebut mampu mempengaruhi pilihan seorang individu untuk menerima maupun menolak suatu sistem politik secara keseluruhan.
Orientasi evaluatif berkaitan dengan penilaian moral seseorang terhadap sistem politik. Orientasi evaluatif politik ditentukan oleh evaluasi moral pada diri seseorang. Maka norma-norma yang dianut menjadi dasar sikap dan penilaiannya terhadap sistem politik.
·           Faktor-faktor budaya politik
Faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya budaya politik ada lima faktor yaitu :
a.     Tingkat pendidikan
b.    Tingkat ekonomi masyarakat
c.     Reformasi politik
d.    Supremasi hukum
e.     Media massa

·           Tipe-tipe budaya politik
1.         Tipe Budaya Politik Parokial
Bercirikan tidak memiliki orientasi atau pandangan sama sekali, baik berupa pengetahuan (kognisi), sikap (afeksi), dan penilaian (evaluasi) terhadap obyek politik (sistem politik). Ini berarti yang bersangkutan bersikap acuh tak acuh terhadap obyek politik. Meskipun tidak peduli terhadap obyek politik, masyarakat bertipe budaya politik parokial tetap peduli terhadap nilai-nilai primodial seperti adat istiadat, etnis, dan agama. Secara umum bersifat sentralistik dan jauh dari harapan adanya perubahan yang berarti.
Tipe budaya politik parokial dalam sistem politik yang lebih modern lebih bersifat afektif dan normatif daripada kognitif. Elite politik sebenarnya mengerti dampak negatif rezim sentralistik akan tetapi mereka cenderung tidak tegas dalam mengambil sikap sehingga masih memberlakukan norma-norma yang mengatur hubungannya dengan sistem sentralistik tersebut.
2.         Tipe Budaya Politik Subyek
Bercirikan memiliki orientasi terhadap output (hasil atau pelaksanaan kebijakan publik) yang sangat tinggi, tetapi orientasi terhadap input (pembuatan kebijakan publik) dan terhadap diri sendiri sebagai aktor politik sangat rendah. Ini berarti dalam tipe budaya politik subyek, kepatuhan atau ketaatan yang tinggi terhadap peraturan pemerintah tetapi tidak disertai sikap kritis (menunjukkan kelemahan dan kelebihan suatu peraturan). Dengan kata lain peran yang dilakukan bersifat pasif.
3.         Tipe Budaya Politik Partisipan
Bercirikan dimana seseorang/masyarakat memiliki orientasi terhadap seluruh obyek politik secara keseluruhan (input, output) dan terhadap diri sendiri sebagai aktor politik. Ini berarti seseorang/masyarakat bertipe budaya politik pertisipan disamping aktif memberikan masukan atau aktif mempengaruhi kebijakan publik (input) juga aktif dalam implementasi atau pelaksanaan kebijakan publik (output). Masyarakat memiliki kepercayaan yang tinggi bahwa dirinya sebagai aktor politik berkemampuan mempengaruhi kehidupan politik bangsa dan negaranya. Selain itu masyarakat yang bertipe budaya politik partisipan disamping aktif dalam proses politik juga tunduk pada hukum dan kewenangan pemerintah.
Ketiga macam tipe budaya politik seperti yang tercantum di atas merupakan tipe-tipe budaya politik yang bersifat murni. Kombinasi antara tipe-tipe budaya politik tersebut tersebut di atas dapat membentuk budaya politik campuran. Menurut Almond dan Verba budaya politik campuran adalah sebagai berikut :
1.         Budaya politik subyek-parokial
Tipe budaya politik yang sebagian besar penduduknya menolak tuntutan-tuntutan eksklusif (khusus) masyarakat kesukuan atau desa atau otoritas feodal dan telah mengembangkan kesetiaan terhadap sistem politik yang lebih kompleks dengan struktur-struktur pemerintah pusat yang bersifat khusus. Bentuk budaya campuran ini merupakan peralihan atau perubahan dari pola budaya parokial menuju pola budaya subjek.
2.         Budaya politik subyek-partisipan
Budaya politik campuran ini merupakan budaya politik transisi dari budaya politik subyek menuju ke budaya politik partisipan. Adanya cara proses peralihan turut mendukung pembangunan infrastruktur demokratis (parpol, organisasi masa, dan media masa). Penduduk umumnya mendapat orientasi input yang bersifat khusus dan orientasi pribadi sebagai seorang aktivis, sementara itu penduduk lainnya diorientasikan ke arah struktur pemerintahan bersifat otoritarian dan secara relatif memiliki orientasi pribadi yang pasif.
3.         Budaya politik parokial-partisipan
Tipe budaya politik ini banyak terdapat pada negara-negara berkembang yang sedang melaksanakan pembangunan politk. Budaya politik dimana budaya parokial masih dominan disamping budaya partisipan. Diindikasikan dengan adanya norma struktural yang dikenalkan bersifat partisipan.
·           Perkembangan tipe budaya politik
Budaya politik dalam suatu bangsa tidak terlepas dari nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakatnya. Misalnya nilai-nilai sosial yang feodalistik dapat mempengaruhi perkembangan budaya politik pada masyarakat yang merdeka karena merupakan warisan budaya dari budaya sebelumnya. Padahal setiap negara yang merdeka pasti menghendaki budaya politik yang demokratis atau sistem politiknya secara dominan bertipe budaya politik partisipan. Perkembangan tipe budaya politik sesudah Indonesia merdeka dibagi menjadi dua yaitu :
1.         Perkembangan Tipe Budaya Politik Sebelum Reformasi
Perjalanan sejarah menunjukkan bahwa pada awal kemerdekaan masih berkembang budaya feodalistik hal ini dapat dilihat dari adanya pertentangan yang nyata dalam sidang konstituante. Yang mana terjadi benturan antara pemikiran yang menghendaki negara lebih dominan dengan pemikiran yang berorientasi terhadap warga negara yang kuat. Paham negara integralistik berkembang pada masa ini.
Pada masa demokrasi parlementer di Indonesia sebenarnya sudah dikembangkan budaya demokratis. Akan tetapi tidak cocok diterapkan di Indonesia karena didominasi oleh suatu kelompok kepentingan dan tidak berorientasi pada kepentingan rakyat banyak. Pada masa demokrasi terpimpin merupakan pemikiran tentang manunggalnya demokrasi dengan kepemimpinan. Peranan presiden lebih mendominasi, peranan partai politik terbatas. Konsep negara berdasarkan integralistik yang akhirnya menggeser peranan negara konstitusional. Pada masa ini budaya feodalistik sangat berkembang.
Pada masa orde baru budaya politik berupa hubungan patronage yaitu sistem sistem hubungan antara dua sumber daya yang saling interaksi (hubungan patront-client). Patront mempunyai sumber daya yang berupa kekuasaan, sedangkan client mempunyai sumber daya tenaga. Hal ini akan menimbulkan kecenderungan dimana pihak patront lebih diuntungkan karena memiliki kekuasaan. Kaitannya dengan pemerintah adalah, kekuasaan pemerintah dapat menjadi patront dan rakyat merupakan client sehingga hal ini mengakibatkan sulit berkembangnya tipe budaya politik partisipan.
2.         Perkembangan Tipe Budaya Politik Pada Era Reformasi
Tumbangnya orde baru memberikan dampak yang cukup baik bagi perkembangan budaya politik negara Indonesia. Pada era reformasi, dengan adanya amandemen UUD 1945 pengembangan kelembagaan negara terutama eksekutif dan legislatif dikembangkan dalam posisi yang sama kuat. Hal ini dikembangkan dalam rangka untuk mewujudkan adanya chek and balance. Kemudian melalui amandemen UUD 1945 juga memperkenalkan pemilihan umum untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung melalui pemilu. Terdapat lembaga yudikatif yang terdiri dari mahkamah konstitusi, mahkamah agung, dan komisi yudisial. Jaminan terhadap HAM lebih diapresiasi dengan adanya Komnas HAM. Proses demokrasi juga semakin berkembang dengan adanya pilkada langsung. Akan tetapi dalam perkembangannya kelembagaan negara baik eksekutif maupun legislatif masih terlihat mementingkan kepentingan kelompok bila dibandingkan dengan kepentingan untuk mensejahterakan rakyatnya. Hal inilah yang nampaknya mendorong berkembangnya tipe budaya politik partisipan untuk mengimbangi kebijakan publik yang kurang berorientasi pada kepentingan rakyat. Tipe budaya politik parokial dan tipe budaya politik subyek secara dominan berkembang pada masa sebelum era reformasi mulai bergeser ke arah berkembangnya tipe budaya politik partisipan. Hal ini dibuktikan dengan tindakan masyarakat yang memberikan input terhadap berbagai macam RUU. Seperti input masyarakat terhadap RUU keistimewaan Yogyakarta. Begitu pula berbagai kritik, protes terhadap kebijakan pemerintah ketika menaikkan BBM, impor beras, dsb.



·           Pengertian sosialisasi politik
Menurut Miriam Budiardjo sosialisasi politik adalah suatu proses yang dilalui seseorang dalam memperoleh sikap atau orientasi terhadap fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat dimana ia berada. Sosialisasi politik juga mencakup proses penyampaian norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sosialisasi politik berperan mengembangkan serta memperkuat sikap politik di kalangan warga masyarakat atau melatih warga masyarakat menjalankan peran-peran politik tertentu.
Secara singkat dan sederhana pengertian sosialisasi politik dapat dinyatakan sebagai proses mewariskan budaya politik. Ini berarti dalam sosialisasi politik terdapat proses pembentukan orientasi atau pandangan politik. Gabriel A. Almond, menyatakan bahwa sosialisasi politik menunjuk pada proses-proses pembentukan sikap dan pola-pola tingkah laku politik, juga merupakan sarana bagi suatu generasi untuk mewariskan patokan-patokan dan keyakinan-keyakinan politik kepada generasi sesudahnya. Dengan kata lain sosialisasi politik dapat dinyatakan merupakan proses pembentukan budaya politik.
·           Pentingnya Sosialisasi politik dalam pengembangan budaya politik
Seorang ilmuwan politik Almond, menggambarkan pentingnya sosialisasi politik bagi suatu bangsa tampak pada :
1.    Dapat membentuk dan mewariskan budaya politik suatu bangsa
2.    Dapat memelihara kebudayaan politik suatu bangsa dengan jalan meneruskan dari generasi yang lebih tua kepada generasi berikutnya.
3.    Dapat mengubah budaya politik suatu bangsa.
·           Bentuk sosialisasi politik
Ada dua macam bentuk sosialisasi politik yaitu
1.    Sosialisasi politik langsung
Apabila seseorang menerima atau mempelajari nilai-nilai, informasi, sikap, pandangan-pandangan, keyakinan-keyakinan mengenai politik secara eksplisit.
Misalnya : individu secara eksplisit mempelajari budaya politik, sistem politik, konstitusi, partai politik, dsb.
2.    Sosialisasi politik tidak langsung
Apabila individu pertama kali memperoleh atau mewarisi hal-hal yang bersifat non politik, akan tetapi hal-hal bersifat non politik ini pada gilirannya akan mempengaruhi sikap-sikapnya di bidang politik.
Misalnya : seorang anak yang mewarisi perilaku kerjasama dalam keluarganya, maka ketika yang bersangkutan dewasa akan mudah melakukan kerjasama dengan pemerintah, mudah melakukan kerjasama dengan lawan politiknya, dsb.
·           Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik
Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-programnya yang disusun berdasarkan ideologi tertentu. Disamping itu partai politik juga memiliki fungsi antara lain sebagai berikut : sosialisasi politik, rekrutmen politik, partisipasi politik, pemandu kepentingan, komunikasi politik, pengendalian konflik, dan kontrol politik. Pelaksanaan fungsi sosialisasi politik dilakukan melalui berbagai cara yaitu media massa, ceramah-ceramah, penerangan, kursus kader, penataran, dsb.
Sisi lain dari fungsi sosialisasi partai adalah upaya menciptakan citra bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum. Ini penting jika dikaitkan dengan tujuan partai untuk menguasai pemerintahan melalui kemenangan dalam pemilihan umum. Karena itu partai harus memperoleh dukungan seluas mungkin, dan partai berkepentingan agar para pendukungnya mempunyai solidaritas yang kuat dengan partainya.




·           Budaya politik partisipan
Salah satu bentuk budaya politik partisipan adalah melalui partisipasi politik dimana, partisipasi merupakan salah satu aspek penting demokrasi. Artinya setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang seluas-luasnya untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan politik.
·           Contoh budaya politik partisipan dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara
Setiap warga negara dapat menampilkan peran serta budaya politik partisipan dalam bentuk:
1.              Peran aktif yakni memberikan masukan, mengkritisi kebijakan publik
2.              Peran pasif, yakni mematuhi kebijakan pemerintah
3.              Peran positif, yakni meminta kepada pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasarnya supaya sebagai warga negara dapat hidup sejahtera
4.              Peran negatif, yakni menolak segala bentuk intervensi pemerintah yang berkenaan dengan hal-hal yang berkaitan dengan masalah urusan pribadi (privasi)
§   Contoh penerapan budaya politik partisipan oleh warga Negara
Bentuk penampilan peran serta atau penerapan budaya politik partisipan oleh setiap warga negara secara lebih konkrit, dapat diberikan contoh sebagai berikut :
1.              Memberikan masukan dalam pembuatan Perdes, Perda, Kepres, PP, UU dan amandemen konstitusi.
2.              Memberikan kritik (menunjukkan kebaikan dan kelemahan) dari Perdes, Perda, Kepres, PP, UU dan amandemen konstitusi, dalam upaya perubahan dan perbaikan.
3.              Mematuhi Perdes, Perda, Kepres, PP, UU dan amandemen konsitusi, yang telah diputuskan oleh lembaga yang berwenang dan sesuai dengan prosedur yang telah disepakati atau ditentukan menutut perundang-undangan yang berlaku
4.              Menuntut pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, seperti : tersedianya makan, sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan yang sangat diperlukan untuk hidup secara layak
5.              Menolak berbagai perlakuan pemerintah, kebijakan pemerintah yang bersifat intervensi hak-hak privasi atau berakibat tereksploitasinya hak-hak asasinya.

5 komentar:

  1. Budaya politik dalam kehidupan politik dan negara memerlukan sikap yang menunjukkan dukungan serta kesetiaan warganya kepada sistem politik dan kepada negara yang ada. Sikap ini harus dilandasi oleh nilai-nilai yang telah berkembang dalam diri warga masyarakat itu, baik secara individual maupun kelompok.... Baca lebih lanjut:Budaya politik

    BalasHapus
  2. saya mau tanya sebutkan cara cara pembentukan budaya politik itu

    BalasHapus